Kolase
Clouded Memories
A5, kertas dan potongan amplop bekas
Kata impunitas sejatinya terasa asing bagi saya. Menjadi minoritas seumur hidup di negara yang masih belum sepenuhnya adil memperlakukan seluruh rakyatnya telah mengajarkan saya —sadar maupun tidak— untuk mencari aman dan berada ‘di bawah radar’. Maka inilah saya, pribadi dengan trauma trans-generasi (sepertinya itulah istilahnya saat ini, mohon dikoreksi jika salah): tidak saya alami secara langsung tetapi secara mendalam tertanam melalui sosial, budaya, media. Memori dan persepsi saya mengenai sejarah dan akar pribadi terasa seperti kolase yang saya buat: bertambal-tambal, penuh lapisan rentan yang penuh tanda tanya dan resah tanpa ujung.
Setelah mengikuti lokakarya Ika dan mendengarkan penjelasan Kania mengenai impunitas (dan edukasi tipis-tipis lewat sosial media), saya sedikit banyak paham bahwa impunitas mengakar dan merambah ke setiap pori-pori kehidupan, dan besar kemungkinan realita dan persepsi yang kita miliki saat inipun, terdapat impunitas di dalamnya.
Masih terlalu dini untuk mengatakan saya yang apatis ini ‘tercerahkan’. Tetapi, lokakarya ini menjadi awal untuk saya tetap mempertanyakan, (memberanikan diri) menelusuri dan menantang kembali segala yang sudah tertanam dalam diri dari awal.